Konsep Akustik
Akustik kelautan merupakan ilmu yang mempelajari rambatan gelombang suara pada kolom air laut. Terdapat beberapa permasalahan yang dibahas dalam akustik kelautan ini, diantaranya adalah kecepatan gelombang suara, waktu (pada saat gelombang dipancarkan hingga gelombang dipantulkan kembali), dan kedalaman perairannya. Akustik kelautan dipelajari atas dasar beberapa asumsi yaitu laut begitu luas, dalam, dan sangat dinamis. Adapun anggapan bahwa manusia telah mencapai planet terjauh namun belum mencapai laut terdalam sehingga dibutuhkan alat dan metode untuk melakukan pendeskripsian kolom dan dasar laut. Metode yang saat ini sudah cukup banyak dilakukan yaitu metode akustik.
Akustik terbagi menjadi 2 macam, yaitu akustik pasif dan akustik aktif. Akustik pasif merupakan suatu aksi mendengarkan gelombang suara yang datang dari berbagai objek pada kolom perairan. Akustik pasif dapat digunakan untuk mendengarkan ledakan bawah air, gempa bumi, letusan gunung api, suara yang dihasilkan oleh ikan dan hewan lainnya, aktivitas kapal-kapal laut, ataupun sebagai peralatan untuk mendeteksi kondisi di bawah air. Akustik aktif memakai prinsip SONAR yaitu mengukur jarak dan arah dari objek yang dideteksi dan ukuran relatifnya dengan menghasilkan gelombang suara serta mengukur waktu tempuh dari gelombang tersebut.
Prinsip hidroakustik cukup sederhana yaitu gelombang dipancarkan dari sebuah alat yang menghasilkan energi suara. Gelombang suara dipancarkan oleh suatu bagian yang disebut transducer. Gelombang suara dipancarkan pada kolom perairan ataupun dasar perairan. Hal ini dilakukan dengan mengubah energi elektrik menjadi energi mekanik. Ketika energi tersebut mengenai suatu target maka gelombang suara akan dikembalikan (dipantulkan) dalam bentuk echo yang akan kembali ke receiver (suatu bagian dari alat akustik sebagai penerima gelombang pantulan). Dengan menentukan selang waktu antara gelombang yang dipancarkan dan yang diterima, transducer dapat memperkirakan jarak dan orientasi dari suatu objek yang dideteksi. Dapat dirumuskan sebagai berikut :
Jarak = Kecepatan Suara x Waktu
2
Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan mempertimbangkan proses-proses perambatan suara, karakteristik suara (frekuensi, pulsa, intensitas), faktor lingkungan atau medium, kondisi target, dan lain sebagainya. Metode akustik mempunyai keunggulan komparatif yaitu berkecepatan tinggi, estimasi stok ikan secara langsung, dan dapat memproses data secara real time, tepat, dan akurat. Instrumen yang digunakan untuk metode akustik ini diantaranya yaitu Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP) dan Conductivit, Temperature, Depth (CTD). Metode Akustik mengalami beberapa hambatan dalam aplikasinya yang diantaranya yaitu, adanya gangguan dari kolom air seperti absorbs dan pantulan gelombang yang terjadi, human error, kondisi alat seperti pengkalibrasian alat, dan terbatasnya sumber daya manusia (SDM).
Salah satu kasus yang terjadi dalam aplikasi metode akustik ini yaitu kasus afternoon effect. Kasus ini terjadi pada saat Lt. Pryor (USS Semmes) di Guantanamo Bay pada tahun 1930-1936, mencoba echo ranging system yang sekarang disebut SONAR. Ketika melakukan pendeteksian dari atas kapal ternyata tidak berhasil, lalu percobaan dilakukan di bawah kapal dan ternyata berhasil. Kemudian masalah baru yang muncul yaitu pada percobaan yang dilakukan pagi hari data berhasil didapatkan namun ketika siang hari dengan kondisi cuaca sangat panas, data berubah. Lt. Pryor menduga bahwa pada siang hari fitoplankton sedang berkembang dan melepaskan banyak bubbles (gelembung oksigen) hasil dari fotosintesis sehingga menghalangi gelombang suara yang dipancarkan. Dari kasus tersebut disimpulkan bahwa pada saat perairan bersuhu cukup tinggi transmisi gelombang suara akan terhambat. Sepuluh tahun kemudian ditemukan bahwa missing sound terjadi akibat pengaruh dari suhu, salinitas, dan faktor lainnya.
Kecepatan Suara di
Laut
Kecepatan suara
dalam air laut merupakan variabel oseanografik yang menentukan pola pemancaran
suara di dalam medium. Kecepatan suara bervariasi terhadap kedalaman, musim,
posisi geografis dan waktu pada lokasi tertentu. Di perairan dangkal
dekat pantai, profil kecepatan suara cenderung tidak teratur dan sulit
diprediksi. Faktor fisik air laut yang paling menentukan dalam
mempengaruhi kecepatan suara di dalam air laut adalah suhu, salinitas, dan
tekanan.
Di dalam air
laut, kecepatan gelombang suara mendekati 1.500 m/detik (umumnya berkisar 1.450
m/detik sampai dengan 1.550 m/detik, tergantung suhu, salinitas, dan tekanan).
Secara sederhana pola perambatan gelombang suara di dalam laut yang dibagi
secara vertikal adalah sebagai berikut:
a.Lapisan
tercampur, dimana kecepatan suara relatif konstan, biasanya ditemukan sampai
kedalaman beberapa meter dari permukaan.
b. Surface channel, kecepatan suara meningkat jika dibandingkan
pada saat berada di lapisan tercampur.
c.Termoklin,
pada lapisan ini kecepatan suara akan menurun dengan bertambahnya kedalaman,
karena biasanya suhu menurun secara drastis dalam kedalaman yang relatif
dangkal pada lapisan ini. Termoklin dapat muncul secara musiman (jika dekat
dengan permukaan) atau permanen.
d. Deep channel, kecepatan suara pada lapisan ini mendekati
minimum. Rata-rata kedalaman lapisan ini mulai dari beberapa ratus meter sampai
2000 m.
e. Lapisan isothermal, pada lapisan ini suhu
relatif konstan, kecepatan suara bertambah secara linear seiring bertambahnya
kedalaman karena pengaruh tekanan hidrostatis.
Namun pada umumnya kedalaman perairan berdasarkan kecepatan suara dibagi dalam 3 zona, yaitu :
a. Zona 1 (mix layer) : Kecepatan suara
cenderung meningkat akibat faktor perubahan tekanan mendominasi faktor
perubahan suhu
b. Zona 2 (termoklin) : Kecepatan suara menurun
dan menjadi zona minimum kecepatan suara akibat terjadinya perubahan suhu yang
sangat drastis dan mendominasi faktor perubahan tekanan.
c. Zona 3
(deep layer) : Kecepatan suara meningkat kembali akibat faktor perubahan
tekanan mendominasi kembali faktor perubahan suhu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan suara di kolom perairan :
1. Suhu
Suhu merupakan
salah satu karakter fisik dari air laut yang penting. Di wilayah lintang
sedang dan rendah (dekat dengan wilayah tropis), suhu merupakan faktor penting
yang mempengaruhi densitas dan kecepatan suara di dalam air. Suhu di
daerah tropis pada wilayah permukaan laut berkisar 26-29oC yang
dipengaruhi oleh musim.
Pada kondisi
perairan laut yang mempunyai suhu berbeda-beda menimbulkan variasi
kecepatan suara yang menyebabkan refraksi atau pembelokan perambatan gelombang
suara. Perubahan suhu yang sangat cepat pada lapisan termoklin
menyebabkan pembelokan gelombang suara yang tajam dan pada lapisan ini
bertindak sebagai bidang pantul.
2. Salinitas
Salinitas adalah
jumlah zat-zat terlarut dalam 1 kg air laut, dimana semua karbonat telah diubah
menjadi oksida, bromide dan iodide diganti oleh klorida dan semua bahan organik
telah dioksidasi sempurna. Pada umumnya perairan laut lepas memiliki
kadar salinitas 35 psu, yang berarti dalam 1 kg air laut mengandung
elemen-elemen kimia terlarut seberat 35 gram. Dimana komposisi air laut
tersebut terdiri atas 3,5% elemen-elemen kimia terlarut dan 96,5% kandungan
airnya.
Salinitas dapat mempengaruhi kecepatan suara di
dalam air, teutama di wilayah lintang tinggi (dekat kutub) dimana suhu
mendekati titik beku, salinitas merupakan salah satu paling faktor penting yang
mempengaruhi kecepatan gelombang suara di dalam air. Distribusi
vertikal salinitas pada wilayah tropis, ekuator, dan sub tropis mengalami nilai
yang paling kecil pada kedalaman 600-1000 m (34-35 pratical salinity unit/psu). Di wilayah tropis nilai
salinitas pada permukaan berkisar 36-37 psu. Salinitas maksimun
pada wilayah perairan tropis terjadi pada kedalaman 100-200 m dekat dengan
lapisan termoklin dimana kadar salinitas dapat mencapai lebih dari 37
psu. Di daerah laut dalam, kadar salinitas relatif seragam dengan
nilai 34,6-34,9 psu. Salinitas di samudera seperti Atlantik, Pasifik, dan
Hindia rata-rata 35 psu, di wilayah laut yang tertutup, nilai salitas rata-rata
tidak jauh dari kisaran 35 psu tergantung dari penguapan yang terjadi.
3. Lapisan Termoklin
Lapisan
termoklin merupakan lapisan yang berada dalam kolom perairan di laut yang
dimana pada lapisan ini mengalami perubahan suhu yang drastis dengan
lapisan yang berada dan di bawah lapisan termoklin. Di laut,
termoklin seperti lapisan yang membagi antara lapisan pencampuran (mixing layer) dan lapisan dalam (deep layer). Tergantung musim,
garis lintang dan pengadukan oleh angin, lapisan ini bersifat semi
permanen. Faktor yang menentukan ketebalan lapisan ini di dalam suatu
perairan seperti variasi cuaca musiman, lintang, kondisi lingkungan suatu
tempat (pasang surut dan arus).
Penurunan suhu berbanding lurus dengan penambahan
kedalaman dan salinitas. Pada daerah dimana terjadi penurunan suhu secara
cepat inilah dinamakan lapisan termoklin. Di laut terbuka, lapisan ini
berkarakter sebagai gradient kecepatan suara negative dimana dapat memantulkan
gelombang suara. Secara teknik lapisan ini membendung dari impendansi
akustik yang terputus-putus (diskontinu) yang tercipta dari perubahan densitas
secara mendadak. Karateristik yang unik inilah yang membuat pentingnya
lapisan termoklin untuk diketahui, terutama dibidang pertahanan dan keamanan
(kapal selam). Lapisan termoklin mempunyai karateristik mampu memantulkan dan
membelokan gelombang suara yang datang.
4. Kedalaman Perairan
Kedalaman
mempengaruhi cepat rambat suara di dalam air laut. Bertambahnya kedalaman, maka
kecepatan suara akan bertambah karena adanya tekanan hidrostatis yang semakin
besar dengan bertambahnya kedalaman. Rata-rata terjadi peningkatan kecepatan
suara sebesar 0, 017 m/detik setiap kedalaman bertambah 1 meter.
Permukaan laut
merupakan pemantul dan penghambur suara yang mempunyai efek yang sangat besar
dalam perambatan suara ketika sumber atau penerima berada di perairan dangkal.
Jika permukaan halus sempurna, maka ia akan menjadi pemantul suara yang nyaris
sempurna. Sebaliknya jika permukaan laut kasar kehilangan akibat pantulan
mendekati nol.
Kecepatan suara
diperoleh dengan menggunakan rumus :
C = 1449,2 + 4,6T - 0,055T2 +
0,00029T3 + (1,34 - 0,010T)(S-35) - 0,016Z
dengan : C = Kecepatan suara (m/s)
T
= Suhu (oC)
S
= Salinitas (psu)
Z
= Kedalaman (m)
dengan begitu, dapat dikatakan bahwa kecepatan
suara di laut dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan kedalaman laut.
Shadow Zone
Shadow Zone adalah suatu wilayah dimana gelombang suara tidak dapat merambat atau lemah
sehingga hampir tidak dapat merambat dalam suatu medium yang disebabkan oleh
gelombang suara mengalami kehilangan transmisi. Di kolom perairan, gelombang
suara mengalami pembelokan gelombang suara (refraksi) yang terjadi karena
adanya perbedaan kedalaman, salinitas dan suhu ait laut. Pengaruh yang paling nyata terlihat,
yaitu jika terjadi kenaikan suhu air laut sebesar 1oC, maka akan
menyebabkan meningkatnya kecepatan gelombang suara sebesar 1m/detik, sedangkan
di lapisan permukaan pertambahan kecepatan suara bertambah akibat pertambahan
suhu sebesar 3 m/s/oC. Akibatnya jika suhu meningkat menurut
kedalaman maka gelombang suara yang dipancarkan akan cenderung dibelokan ke
arah permukaan air yang suhunya lebih tinggi. Sebaliknya jika suhu menurun
karena kedalaman maka gelombang suara akan terus berjalan menuju dasar perairan
dan mengalami pembelokkan secara perlahan ke dasar perairan. Pada lapisan termoklin, dimana suhu
berubah secara drastis maka terdapat pembagian arah gelombang suara yang
dipancarkan. Sebagian gelombang suara akan mengalami pembelokan (refraksi) ke
arah permukaan karena suhu masih cukup tinggi, sedangkan sebagian gelombang
suara lagi tetap menuju ke arah perairan yang lebih dalam secara perlahan
dengan kecepatannya yang menurun akibat penurunan suhu. Akibat terjadinya
pembelokan gelombang suara ke permukaan dan ke dasar perairan, maka terdapat
wilayah yang tidak mengalami perambatan gelombang suara yang disebut shadow zone. Jarak dari sumber suara ke shadow zone ditentukan oleh laju perubahan suhu
terhadap kedalaman, kedalaman sumber suara, dan kedalaman
penerima suara.
Secara umum
pada jarak sejauh 30 m, 110 m, dan 300 m dari sumber suara, frekuensi 100 Hz
mengalami kehilangan suara yang paling besar sehingga banyak terbentuk shadow zone di kolom perairan karena pada frekuensi
100 Hz, gelombang suara memiliki panjang gelombang yang paling panjang sehingga
mampu melakukan penetrasi kedalam sedimen yang menyebabkan nilai Transmission
Loss bertambah dan memunculkan lebih banyak shadow zone.
Atenuasi Gelombang
Suara
Atenuasi adalah melemahnya
suatu sinyal yang disebabkan oleh adanya jarak yang semakin jauh, yang harus
ditempuh oleh suatu sinyal tersebut dan karena frekuensi sinyal tersebut
semakin tinggi. Energi gelombang suara akan berkurang sepanjang
perambatannya dari sumbernya karena gelombang suara menyebar keluar dalam
bidang yang lebar, energinya tersebar kedalam area yang luas. Gelombang suara yang merambat melalui media air
akan mengalami kehilangan energi yang disebabkan oleh penyebaran gelombang,
penyerapan energi, dan pemantulan yang terjadi di dasar atau permukaan
perairan. Intensitas gelombang suara akan semakin berkurang dengan
bertambahnya jarak dari sumber bunyi.
Atenuasi
disebabkan oleh karena adanya penyebaran dan absorbsi gelombang. Penyebaran
gelombang terjadi akibat ukuran berkas gelombang berubah, pola berkas
gelombang tergantung pada perbandingan antara diameter sumber gelombang dan
panjang gelombang medium. Absorbsi gelombang yaitu penyerapan energi yang
diakibatkan penyerapan energi selama menjalar di dalam medium (penurunan
intensitas).
Sebuah sumber
gelombang suara dari suatu akustik di perairan yang memancarkan gelombang
akustik dengan intensitas energi tertentu akan mengalami penurunan intensitas
bunyi
bersamaan dengan bertambahnya jarak dari sumber
gelombang akustik tersebut. Hal ini terjadi karena sumber akustik
memiliki intensitas yang tetap, sedangkan luas permukaan bidang yang dilingkupi
akan semakin besar dengan bertambahnya jarak dari sumber bunyi. Penyebaran
gelombang akustik dibatasi oleh permukaan laut dan dasar suatu perairan.
Gelombang suara
yang sedang merambat akan mengalami penyerapan energi akustik oleh medium
sekitarnya. Secara umum, penyerapan suara merupakan salah satu
bentuk kehilangan energi yang melibatkan proses konversi energi akustik menjadi
energi panas, sehingga energi gelombang suara yang merambat mengalami penurunan
intensitas (atenuasi).
Gelombang dalam
perambatannya akan mengalami penurunan intensitas (atenuasi) karena penyebaran
dan karena penyerapan. Penyebaran gelombang juga mengakibatkan intensitas
berkurang karena pertambahan luasannya, terkait dengan bentuk muka
gelombang.
Kompenen dalam Metode Akustik
1. Absorbsi
Suatu fenomena yang terjadi pada saat gelombang dipancarkan yaitu terjadinya absorbsi gelombang suara di kolom perairan. Absorbsi gelombang suara yaitu penyerapan gelombang suara sehingga menyebabkan transmisi hilang pada saat echo dari transducer. Absorbsi gelombang suara di kolom perairan laut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, salinitas, pH, kedalaman, dan frekuensi gelombang. Sifat gelombang ketika dipancarkan dan semakin jauh dari transducer maka kecepatannya dan pantulannya akan semakin melemah.
Suatu fenomena yang terjadi pada saat gelombang dipancarkan yaitu terjadinya absorbsi gelombang suara di kolom perairan. Absorbsi gelombang suara yaitu penyerapan gelombang suara sehingga menyebabkan transmisi hilang pada saat echo dari transducer. Absorbsi gelombang suara di kolom perairan laut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, salinitas, pH, kedalaman, dan frekuensi gelombang. Sifat gelombang ketika dipancarkan dan semakin jauh dari transducer maka kecepatannya dan pantulannya akan semakin melemah.
2. Target Strength
Kekuatan pantulan gema yang dikembalikan atau dipantulkan oleh target disebut Target Strength. Target Strength ini bergantung pada intensitas suara yang mengenai target.Target Strength didefinisikan juga sebagai 10x nilai logaritma dari intensitas suara yang mengenai ikan/target. Target Strength dapat dihitung dengan rumus :
TS = 10 (log Ir/Ii)
dengan :
TS = Target
Strength
Ir = Energi suara yang
dipantulkan, yang diukur
Ii = Energi suara yang mengenai
ikan/target
3. Volume Scatter
Rasio antara intensitas
yang direfleksikan oleh suatu group single target yang berada pada
suatu volume air tertentu (1m3) pada disebut Volume Scatter atau disebut jugaScattering Volume (SV). Backscattering strength yaitu
rasio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu kelompok single target yang diukur dari
target. Scattering Volume(SV)
dapat dihitung menggunakan rumus :
SV = 10 log pV + TS
dengan :
SV = Scattering
Volume
ρ = Densitas perairan
V = Volume perairan
TS = Target
Strength --- TS = 10 (log Ir/Ii)
4. Lapisan SOFAR
4. Lapisan SOFAR
Lapisan dimana
terjadinya akumulasi suhu dan kedalaman disebut lapisan SOFAR (Sound Fixing and Ranging). Lapisan
ini juga merupakan lapisan dimana kecepatan suara menjadi sangat lambat
sehingga disebut juga lapisan C minimum, dimana C adalah kecepatan suara.
Gelombang suara yang merambat dalam jarak yang cukup besar di
perairan laut akan terperangkap dalam lapisan SOFAR ini.
5. Output Data
Echosounder data yaitu merupakan output data hasil dari akustik, biasanya berupa GSV, ASCII, dan lain-lain. Data ASCII dapat diolah dengan menggunakan software surfer 10. Point penting dalam Echosounder data ini yaitu terdapatnya nilai x,y (posisi koordinat), dan z (kedalaman).
5. Output Data
Echosounder data yaitu merupakan output data hasil dari akustik, biasanya berupa GSV, ASCII, dan lain-lain. Data ASCII dapat diolah dengan menggunakan software surfer 10. Point penting dalam Echosounder data ini yaitu terdapatnya nilai x,y (posisi koordinat), dan z (kedalaman).